Menurut
Undang-undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Rumah Sakit adalah
institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,
dan gawat darurat. Pelayanan kesehatan paripurna yang dimaksud adalah pelayanan
kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Pasien
merupakan setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh
pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung
di rumah sakit. Gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan
tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih
lanjut.
Rumah
sakit memiliki kewajiban memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien
sesuai dengan kemampuan pelayanannya. Selain itu rumah sakit juga memiliki kewajiban memberikan pelayanan gawat
darurat tanpa uang muka.
Pasien yang
masuk ke Instalasi
Gawat Darurat rumah sakit tentunya
butuh
pertolongan yang cepat dan tepat, untuk itu perlu adanya standar
dalam memberikan pelayanan
gawat darurat sesuai dengan kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat
menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan response time yang cepat dan penanganan yang tepat. Semua
itu dapat dicapai antara lain dengan meningkatkan sarana, prasarana, sumber daya manusia dan manajemen Instalasi Gawat Darurat Rumah
Sakit sesuai
dengan standar berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia nomor 856/Menkes/SK/IX/2009 tentang Standar Instalasi Gawat Darurat
(IGD) Rumah Sakit.
Disisi lain, desentralisasi
dan otonomi telah memberikan peluang daerah untuk
mengembangkan daerahnya
sesuai
dengan kebutuhan dan
kemampuannya
serta siap mengambil
alih tanggung jawab yang selama ini dilakukan oleh pusat.
Untuk
itu daerah harus dapat menyusun perencanaan di bidang kesehatan,
khususnya pelayanan gawat darurat yang baik dan terarah agar mutu pelayanan kesehatan tidak menurun, sebaliknya meningkat dengan pesat.
Setiap
Rumah Sakit wajib memiliki pelayanan gawat darurat yang memiliki
kemampuan melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat dan melakukan resusitasi dan stabilitasi (life saving). Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit harus dapat memberikan pelayanan 24 jam dalam
sehari dan tujuh hari
dalam
sepekan.
Berbagai
nama untuk instalasi/unit pelayanan gawat darurat di rumah sakit diseragamkan menjadi
Instalasi
Gawat Darurat (IGD). Rumah Sakit tidak boleh meminta uang muka
pada saat menangani kasus gawat darurat.
Pasien gawat darurat harus ditangani paling lama 5 (lima) menit setelah
sampai di Instalasi Gawat Darurat.
Organisasi Instalasi
Gawat Darurat didasarkan pada organisasi
multidisiplin, multiprofesi dan terintegrasi, dengan struktur organisasi
fungsional yang terdiri dari unsur pimpinan dan unsur pelaksana,
yang bertanggung jawab
dalam pelaksanaan pelayanan terhadap pasien gawat
darurat di
Instalasi
Gawat Darurat, dengan wewenang penuh yang dipimpin oleh dokter.
Setiap Rumah sakit wajib berusaha untuk
menyesuaikan pelayanan gawat daruratnya, minimal sesuai dengan klasifikasi.
Klasifikasi pelayanan Instalasi Gawat
Darurat terdiri dari :
1. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level IV sebagai standar
minimal untuk Rumah Sakit Kelas A.
2. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level III sebagai standar
minimal untuk Rumah Sakit Kelas B.
3. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level II sebagai standar
minimal untuk Rumah Sakit Kelas C.
4. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level I sebagai standar
minimal untuk Rumah Sakit Kelas D.
Masing-masing
level Instalasi Gawat Darurat memiliki kemampuan
pelayanan yang berbeda. Kemampuan pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level I
adalah memberikan pelayanan sebagai berikut:
1.
Diagnosis dan
penanganan permasalahan pada:
A : Jalan nafas (Airway problem),
B : Pernafasan (Breathing problem) dan
C : Sirkulasi pembuluh
darah (Circulation problem).
2.
Melakukan
stabilisasi dan evakuasi.
Kemampuan pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level II adalah
memberikan pelayanan sebagai berikut:
1.
Diagnosis dan
penanganan permasalahan pada:
A : Jalan nafas (Airway problem),
B : Pernafasan (Breathing problem) dan
C : Sirkulasi pembuluh
darah (Circulation problem).
2. Penilaian disability, penggunaan obat, EKG, defibrilasi
(observasi HCU)
3. Bedah cito.
Kemampuan pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level III adalah
memberikan pelayanan sebagai berikut:
1. Diagnosis dan penanganan permasalahan pada A, B, C dengan
alat-alat yang lebih lengkap termasuk ventilator.
2. Penilaian disability, penggunaan obat, EKG, defibrilasi
3. Observasi HCU/R.Resusitasi
4. Bedah cito.
Kemampuan pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level IV adalah
memberikan pelayanan sebagai berikut:
1. Diagnosis dan penanganan permasalahan pada A, B, C dengan
alat-alat yang lebih lengkap termasuk ventilator.
2. Penilaian disability, penggunaan obat, EKG, defibrilasi.
3. Observasi HCU/R.Resusitasi-ICU.
4. Bedah cito.
Standar
sumber daya manusia untuk Instalasi Gawat Darurat
Level I adalah:
1. Dokter Umum (telah mendapat pelatihan
kegawatdaruratan: GELS, ATLS, ACLS, dll): On site 24 jam;
2. Perawat Kepala S1/DIII (telah mendapat
pelatihan kegawatdaruratan: Emergency Nursing: BTLS, BCLS dll): jam kerja;
3. Perawat (telah mendapat pelatihan Emergency Nursing): On site 24 jam; dan
4. Non Medis: Bagian Keuangan, Kamtib,
Pekarya: On site 24 jam.
Standar
sumber daya manusia untuk Instalasi Gawat Darurat
Level II adalah:
1. Dokter Spesialis Bedah, Obsgyn, Anak dan Penyakit Dalam: on
call;
2. Dokter Umum (telah mendapat pelatihan
kegawatdaruratan: GELS, ATLS, ACLS, dll): On site 24 jam;
3. Perawat Kepala S1/DIII (telah mendapat
pelatihan kegawatdaruratan: Emergency Nursing: BTLS, BCLS dll): jam kerja;
4. Perawat (telah mendapat pelatihan Emergency Nursing): On site 24 jam; dan
5. Non Medis: Bagian Keuangan, Kamtib,
Pekarya: On site 24 jam.
Standar
sumber daya manusia untuk Instalasi Gawat Darurat
Level III adalah:
1. Dokter Sepsialis Bedah, Obsgyn, Anak dan Penyakit Dalam: on site
Dokter
spesialis lain on call;
2. PPDS on site pada RS Pendidikan;
3. Dokter Umum (telah mendapat pelatihan
kegawatdaruratan: GELS, ATLS, ACLS, dll): On site (dokter
spesialis lain on call);
4. Perawat Kepala S1/DIII (telah mendapat
pelatihan kegawatdaruratan: Emergency Nursing: BTLS, BCLS dll): jam kerja/di
luar jam kerja;
5. Perawat (telah mendapat pelatihan Emergency Nursing): On site 24 jam; dan
6. Non Medis: Bagian Keuangan, Kamtib,
Pekarya: On site 24 jam.
Standar
sumber daya manusia untuk Instalasi Gawat Darurat
Level IV adalah:
1. Dokter
Subspesialis semua jenis on call;
2. Dokter Spesialis Bedah, Obsgyn, Anak, Penyakit Dalam dan
Anestesi: on site
Dokter
spesialis lain on call;
3. PPDS on site (RS
Pendidikan);
4. Dokter Umum (telah mendapat pelatihan
kegawatdaruratan: GELS, ATLS, ACLS, dll): On site (dokter
spesialis lain on call);
5. Perawat Kepala S1/DIII (telah mendapat
pelatihan kegawatdaruratan: Emergency Nursing: BTLS, BCLS dll): jam kerja/di luar
jam kerja;
6. Perawat (telah mendapat pelatihan Emergency Nursing): On site 24 jam; dan
7. Non Medis: Bagian Keuangan, Kamtib,
Pekarya: On site 24 jam.
Bangunan Instalasi Gawat Darurat memiliki persyaratan fisik terdiri
dari:
1. Luas
bangunan IGD
disesuaikan dengan beban kerja RS dengan memperhitungkan kemungkinan penanganan korban massal/bencana;
2. Lokasi gedung harus berada di bagian depan RS, mudah dijangkau
oleh masyarakat dengan tanda-tanda yang jelas dari dalam dan luar Rumah
Sakit;
3. Harus
mempunyai pintu masuk dan keluar yang berbeda dengan pintu
utama (alur masuk kendaraan/pasien tidak sama dengan alur keluar) kecuali pada klasifikasi IGD level I dan II;
4. Ambulans/kendaraan
yang
membawa
pasien
harus dapat
sampai di depan pintu yang areanya terlindung dari panas dan hujan (catatan: untuk lantai IGD yang tidak sama tinggi dengan jalan ambulans harus membuat ramp);
5. Pintu
IGD harus dapat dilalui oleh brankar;
6. Memiliki area khusus parkir ambulans yang bisa menampung lebih dari 2 ambulans (sesuai dengan beban RS);
7. Susunan
ruang harus sedemikian rupa sehingga arus pasien dapat lancar
dan tidak ada “cross infection” , dapat menampung korban bencana sesuai
dengan kemampuan RS, mudah dibersihkan dan memudahkan kontrol
kegiatan oleh perawat kepala jaga;
8. Area
dekontaminasi ditempatkan di depan/di luar IGD atau terpisah dengan IGD;
9. Ruang
triase harus dapat memuat minimal 2 (dua) brankar;
10. Mempunyai ruang tunggu untuk keluarga pasien;
11. Apotik
24 jam tersedia dekat IGD;
dan
12. Memiliki ruang untuk istirahat petugas (dokter dan perawat).
Pelayanan
kesehatan di era Jaminan Kesehatan Nasional yang ditargetkan mulai tahun 2019
telah terwujud Universal Health Coverage
memiliki aturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah. Seluruh ketentuan yang
telah ditetapkan harus dipenuhi agar pasien yang dilayani dengan Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) dengan penyelenggaranya Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) Kesehatan dapat disetujui
klaim pembayarannya. Salah satu pelayanan yang tidak ditanggung oleh BPJS
Kesehatan adalah pelayanan yang tidak sesuai prosedur. Pelayanan yang tidak
sesuai prosedur adalah pelayanan yang tidak sesuai dengan berbagai macam
ketentuan yang berlaku.
Masyarakat
yang tidak memahami prosedur pelayanan kesehatan sering terjadi konflik dengan
petugas rumah sakit. Mereka merasa telah membayar premi Jaminan Kesehatan
Nasional, namun mereka merasa ditolak dilayani di rumah sakit. Ketidapahaman
masyarakat menimbulkan ketidaknyamanan sehingga menimbulkan anggapan petugas
rumah sakit mempersulit masyarakat yang memiliki kartu JKN. Tidak jarang juga
menimbulkan kekerasan terhadap petugas rumah sakit, baik berupa kekerasan
verbal bahkan terjadi juga kekerasan fisik.
Pasien
yang meminta atau membutuhkan pelayanan rumah sakit harus mengikuti alur
rujukan sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan
Perorangan, kecuali pasien gawat darurat. Menurut aturan ini pada Pasal 13,
perujuk sebelum melakukan rujukan harus:
a. melakukan
pertolongan pertama dan/atau tindakan stabilisasi kondisi pasien sesuai
indikasi medis serta sesuai dengan kemampuan untuk tujuan keselamatan pasien
selama pelaksanaan rujukan;
b. melakukan
komunikasi dengan penerima rujukan dan memastikan bahwa penerima rujukan dapat
menerima pasien dalam hal keadaan pasien gawat darurat; dan
c. membuat
surat pengantar rujukan untuk disampaikan kepada penerima rujukan.
Pelayanan
pasien di Instalasi Gawat Darurat dijamin oleh BPJS Kesehatan apabila diagnosis
gawat daruratnya sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
856/Menkes/SK/IX/2009 tentang Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit.
Diagnosis gawat darurat penyakit anak sebagai berikut:
1. Anemia sedang/berat
2. Apnea/gasping
3. Asfiksia neonatorum
4. Bayi ikterus, anak
ikterus
5. Bayi kecil/prematur
6. Cardiac arrest/payah jantung
7. Cyanotic Spell (penyakit jantung)
8. Diare profis
(>10/hari) disertai dehidrasi ataupun tidak
9. Difteri
10. Ditemukan bising
jantung, aritmia
11. Endema/bengkak seluruh
badan
12. Epistaksis, tanda
pendarahan lain disertai febris
13. Gagal Ginjal Akut
14. Gagal Nafas Akut
15. Gangguan kesadaran,
fungsi vital masih baik
16. Hematuri
17. Hipertensi berat
18. Hipotensi/syok ringan
s/d sedang
19. Intoxicasi (minyak
tanah, baygon) keadaan umum masih baik
20. Intoxicasi disertai
gangguan fungsi vital (minyak tanah, baygon)
21. Kejang disertai
penurunan kesadaran
22. Muntah profis
(>6/hari) disertai dehidrasi ataupun tidak
23. Panas tinggi >40℃
24. Resusitasi cairan
25. Sangat sesak, gelisah,
kesadaran menurun, sianosis ada retraksi hebat (penggunaan otot pernafasan
sekunder)
26. Sering kencing,
kemungkinan diabetes
27. Sesak tapi kesadaran dan
keadaan umum masih baik
28. Shock berat (profound): Nadi
tak teraba, tekanan darah terukur
29. Tetanus
30. Tidak kencing > 8jam
31. Tifus abdominalis dengan
komplikasi
Dari
jenis diagnosis tersebut di atas, demam sering menimbulkan perdebatan pasien di
IGD. Dalam ketentuan, demam dikatakan gawat darurat apabila suhu telah melebihi
400C (empat puluh derajat Celcius). Namun, bagi orang tua, setiap anak demam
adalah gawat darurat.
Diagnosis
gawat darurat bedah adalah sebagai berikut:
1. Abses cerebri
2. Abses sub mandibula
3. Amputasi penis
4. Anuria
5. Apendicitis acuta
6. Astresia ani (Anus malformasi)
7. Akut Abdomen
8. BPH dengan retensio
urine
9. Cedera kepala berat
10. Cedera kepala sedang
11. Cedera tulang belakang
(vertebral)
12. Cedera wajah dengan
gangguan jalan nafas
13. Cedera wajah tanpa
gangguan jalan nafas antara lain:
a. Patah tulang
hidung/nasal terbuka dan tertutup
b. Patah tulang pipi
(zygoma) terbuka dan tertutup
14. Patah tulang rahang
(maxilla dan mandibula) terbuka dan tertutup
15. Luka terbuka daerah
wajah
16. Cellulitis
17. Cholesistitis acut
18. Corpus Alienum pada:
a. Intra cranial
b. Leher
c. Thorax
d. Abdomen
e. Anggota gerak
f. Genetalia
19. Cerebral Vascular Accident (CVA) Bleeding
20. Dislokasi persendian
21. Drowning
22.
Flail chest
23. Fraktur tulang kepala
24. Gastroskisis
25. Gigitan binatang/manusia
26. Hanging
27. Hematothorax dan pneumothorax
28. Hematuria
29. Hemoroid Grade IV
(dengan tanda strangulasi)
30. Hernia incarcerata
31. Hidrocephalus dengan TIK
meningkat
32. Hirschsprung desease
33. Ileus obstruksi
34. Internal bleeding
35. Luka bakar
36. Luka terbuka daerah
abdomen
37. Luka terbuka daerah
kepala
38. Luka terbuka daerah
thorax
39. Meningokel/myelokel
pecah
40. Multiple trauma
41. Omfalokel pecah
42. Pancreatitis acut
43. Patah tulang dengan
dugaan cedera pembuluh darah
44. Patah tulang iga multiple
45. Patah tulang leher
46. Patah tulang terbuka
47. Patang tulang tertutup
48. Periappendiculla infiltrate
49. Peritonitis generalisata
50. Phlegmon dasar mulut
51. Priapismus
52. Prolaps rekti
53. Rectal bleeding
54. Ruptur otot dan tendon
55. Strangulasi penis
56. Syok Neuroragik
57. Tension pneumothorax
58. Tetanus generalisata
59. Tenggelam
60. Torsio testis
61. Tracheo esophagus fistel
62. Trauma tajam dan tumpul
daerah leher
63. Trauma tumpul abdomen
64. Trauma toraks
65. Trauma muskuloskeletal
66. Trauma spiral
67. Traumatik amputasi
68. Tumor otak dengan
penurunan kesadaran
69. Unstable pelvis
70. Urosepsis
Dari
daftar diagnosis tersebut di atas, tidak setiap luka termasuk gawat darurat.
Masyarakat beranggapan setiap luka adalah gawat darurat yang harus ditangani di
Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit. Luka memang terkatagori gawat darurat yang
harus ditangani segera, namun diagnosis di luar daftar di atas harus ditangani
di klinik atau di puskesmas.
Diagnosis
gawat darurat kardiovaskuler adalah sebagai berikut:
1. Aritmia
2. Aritmia dan shock
3. Angina pectoris
4. Cor pulmonale decompensata yang akut
5. Edema paru akut
6. Henti jantung
7. Hipertensi berat dengan
komplikasi (Hipertensi enchephalopati, CVA)
8. Infark Miokard dengan
komplikasi (shock)
9. Kelainan jantung bawaan
dengan gangguan ABC (Airway Breathing Circulation)
10. Kelainan katup jantung
dengan gangguan ABC (Airway Breathing Circulation)
11. Krisis hipertensi
12. Miokarditis dengan shock
13. Nyeri dada
14. PEA (Pulseless Electrical Activity) dan
Asistol
15. Sesak nafas karena payah
jantung
16. Syndrome koroner akut
17. Syncope karena penyakit jantung
Diagnosis
gawat darurat kebidanan adalah sebagai berikut:
1. Abortus
2. Atonia Uteri
3. Distosia bahu
4. Eklampsia
5. Ekstraksi Vacum
6. Infeksi Nifas
7. Kehamilan Ektopik
Terganggu
8. Perdarahan Antepartum
9. Perdarahan Postpartum
10. Perlukaan Jalan Lahir
11. Pre Eklampsia &
Eklampsia
12. Sisa Plasenta
Persalinan
normal walaupun harus segera ditolong, tidak termasuk gawat darurat untuk
dilayani di rumah sakit, kecuali pasien tersebut sudah pembukaan hampir lengkap
dan tempat terdekat untuk meminta tolong adalah IGD Rumah Sakit. Tentu saja IGD
RS tetap menolong pasien tersebut sekalipun tidak termasuk diagnosis gawat
darurat.
Diagnosis
gawat darurat mata adalah sebagai berikut:
1. Benda asing di kornea
mata/kelopak mata
2. Blenorrhoe/Gonoblenorrhoe
3. Dakriosistisis akut
4. Endoftalmitis/panoftalmitis
5. Glaukoma:
a. Akut
b. Sekunder
6. Penurunan tajam
penglihatan mendadak:
a. Ablasio retina
b. Central Retinal Artery Occlusion (CRAO)
c. Vitreous Bleeding
7. Sellulitis Orbita
8. Semua kelainan kornea
mata:
a. Erosi
b. Ulkus/abses
c. Descematolis
9. Semua trauma mata:
a. Trauma tumpul
b. Trauma fotoelektrik/radiasi
c. Trauma tajam/tajam
tembus
10. Trombosis sinus
kavernosis
11. Tumor orbita dengan
pendarahan
12. Uveitis/Skleritis/Iritasi
Diagnosis
gawat darurat paru-paru adalah sebagai berikut:
1. Asma bronchitis moderat severe
2. Aspirasi pneumonia
3. Emboli paru
4. Gagal nafas
5. Injury paru
6. Massive hemoptisis
7. Massive pleural effusion
8. Oedema paru non cardiogenic
9. Open/closed pneumotrorax
10. Penyakit Paru Obstruktif
Menahun (PPOM) Exacerbasi acut
11. Pneumonia sepsis
12. Pneumothorax ventil
13. Recurrent Haemoptoe
14. Status asmaticus
15. Tenggelam
Diagnosis
gawat darurat penyakit dalam adalah sebagai berikut:
1. Demam berdarah dengue
2. Demam Tifoid
3. Difteri
4. Disequilebrium pasca Hemodialisis
5. Gagal Ginjal Akut
6. Gastro Enteritis Akut (GEA)
dan dehidrasi
7. Hematemesis melena
8. Hematochezia
9. Hipertensi maligna
10. Intoksikasi Opiat
11. Keracunan makanan
12. Keracunan obat
13. Koma metabolic
14. Keto Acidosis Diabetikum (KAD)
15. Leptospirosis
16. Malaria
17. Obsevasi Syok
Diagnosis
gawat darurat penyakit THT adalah sebagai berikut:
1. Abses di bidang THT
& kepala-leher
2. Benda asing laring/trakea/bronkus,
dan benda asing tenggorokan
3. Benda asing telinga dan
hidung
4. Disfagia
5. Obstruksi saluran nafas
atas Gr. II/III Jackson
6. Obtruksi saluran nafas
atas Gr. IV Jackson
7. Otalgia akut (apapun
penyebabnya)
8. Parese fasilitas akut
9. Pendarahan di bidang THT
10. Syok karena kelainan di
bidang THT
11. Trauma (akut) di bidang
THT & kepala- leher
12. Tuli mendadak
13. Vertigo (berat)
Diagnosis
gawat darurat penyakit jiwa adalah sebagai berikut:
1. Gangguan Panik
2. Gangguan Psikotik
3. Gangguan Konversi
4. Gaduh Gelisah
Pasien yang datang ke Instalasi Gawat Darurat dengan
diagnosis tidak terkatagori gawat darurat seperti tersebut di atas tidak
memenuhi syarat untuk dijamin pelayanan kesehatannya oleh BPJS Kesehatan. Hal
ini tentu saja tidak memuaskan sebagian dari pelanggan rumah sakit walaupun
petugas telah menjelaskan seluruh aturan yang berlaku.
Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia
nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit
menetapkan standar pelayanan minimal IGD rumah sakit sebagai berikut:
1. Kemampuan menangani life
saving anak dan dewasa: 100%;
2. Jam buka Pelayanan Gawat Darurat: 24 jam;
3. Pemberi pelayanan gawat darurat 100% bersertifikat yang masih
berlaku BLS/PPGD/GELS/ALS;
4. Ketersediaan 1 tim penanggulangan bencana;
5. Waktu tanggap pelayanan Dokter di Gawat Darurat adalah ≤5 menit
terlayani setelah pasien datang;
6. Kepuasan Pelanggan ≥70%;
7. Kematian pasien< 24 Jam adalah ≤ dua per seribu (pindah ke
pelayanan rawat inap setelah 8 jam);
8. Khusus untuk RS Jiwa, 100% pasien dapat ditenangkan dalam waktu ≤48
Jam; dan
9. Tidak ada pasien yang diharuskan membayar uang muka.
Indikator
pelayanan minimal IGD yang sering menjadi sorotan adalah kepuasan pelanggan dan
tidak ada pasien yang diharuskan membayar uang muka. Berdasarkan standar
pelayanan minimal kepuasan pelanggan IGD tersebut di atas dapat disimpulkan
bahwa IGD memiliki potensi ketidakpuasan pelanggan terhadap pelayanan sebesar
30%. Pasien yang datang ke IGD cukup banyak diagnosisnya yang tidak terkatagori
gawat darurat. Masyarakat tidak memahami tentang diagnosis gawat darurat. Bagi
masyarakat, setiap penyakit yang muncul adalah gawat darurat. Ketidakpahaman
inilah yang pada akhirnya menimbulkan ketidakpuasan terhadap pelayanan IGD
sehingga ketidakpuasan tersebut muncul di media. Padahal sesuai dengan
definisinya di dalam Undang-undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera
guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut.
Diagnosis
pasien peserta JKN yang datang ke IGD, apabila tidak terkatagori gawat darurat
menyebabkan pelayanan pasien tersebut tidak dijamin oleh BPJS Kesehatan. Ketika pasien dan keluarganya
diberi penjelasan, adakalanya memunculkan asumsi pasien diharuskan membayar
uang muka, meskipun mereka tidak menyetor uang untuk mendapatkan pelayanan.
Apabila kebetulan pasien tersebut terkatagori masyarakat miskin dan diberitakan
oleh media secara bombastis, maka akan menimbulkan sentimen yang luar biasa terhadap
pelayanan rumah sakit sehingga timbul anggapan buruknya pelayanan IGD rumah
sakit, meskipun yang mengeluh hanya satu orang. Padahal target minimal kepuasan
pelanggan pelayanan IGD adalah 70%. ****
Daftar Bacaan:
1. Undang-undang
nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia nomor 856/Menkes/SK/IX/2009 tentang Standar Instalasi Gawat Darurat
(IGD) Rumah Sakit.
3. Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001 Tahun 2012 tentang Sistem
Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan.
4. Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia
nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar